Rabu, 08 Oktober 2008

Lebaran


Lebaran sudah kita lewati bersama. Momentum tersebut, bagaikan magnet yang memancing iman umat muslim untuk menyatakan maaf antar sesama. Kata maaf bagaikan ungkapan yang tak sulit lagi terucapkan. Para politisi, pasangan artis yang tengah bermasalah, dan kelompok-kelompok lain yang sedang bertikai pun sangat mudah mengatakan: Mohon maaf lahir dan bathin ya sob...

Saking seringnya mendapatkan ungkapan (baik langsung maupun tidak) maaf dari sahabat, teman, sodara dan lain-lain, diri saya menjadi tidak reflektif terhadap segala prilaku salah yang pernah dilakukan terhadap orang lain. Bahkan yang terjadi adalah berlomba-lomba untuk mengarang kata-kata bijak untuk dikirimkan/diungkapkan terhadap orang spesial yang saya kenal. Apakah hal ini juga terjadi pada diri anda?

Di sisi lain, ada banyak oknum maupun kelompok yang diuntungkan dalam momentum lebaran ini. Sopir biz tentu akan panen uang, karena banyak pemudik yang antri menjadi penumpang tanpa diajak oleh sang kondiktur biz yang bersangkutan. Makelar tiket pesawat lebih mudah menjual tiketnya, tanpa sulit-sulit mencari calon pembeli seperti hari-hari biasanya. Dan tak ketinggalan dengan pembisnis pakaian, mereka sangat amat diuntungkan di hari kemenangn ini.

Kata maaf di hari yang fitri itu, ternyata banyak membutuhkan modal dalam penyambutannya. selain mempersiapkan pulsa untuk maaf-maafan via SMS, juga sudah menjadi tradisi bahwa lebaran juga akan lebih sempurna ketika mengenakan pakaian baru dalam prosesi perayaannya.

Lalu, benarkah ketika ada yang mengatakan bahwa lebaran yang dijadikan sebagai momentum untuk saling bermaaf-maafan ini hanyalah berjalan dengan cara yang ceremonial saja, yang didalamnya tidak begitu bermakna seperti halnya kata maaf yang dikeluarkan oleh kita semua?