Kamis, 31 Juli 2008

ORGANISASI MAHASISWA DALAM KEPUNGAN ‘SISTEM’


Menguatkan sistem keorganisasian dari tiap-tiap elemen mahasiswa adalah salah satu keharusan bagi pemerintah untuk menguatkan sistem demokrasi. Perubahan sosial dan politik bangsa ini harus diakui sebagai salah satu jasa dari pergerakan yang dipelopori oleh organisasi mahasiswa. Karena, fungsi dari organisasi mahasiswa yang selalu mengontrol realitas kebangsaan. Ketika melihat dan merasakan realitas masyarakat yang tidak sesuai dengan idealitas mahasiswa, maka gerakan turun jalan akan mewarnai dinamika demokrasi bangsa.

Penting untuk diketahui bahwa menggemuruhnya gerakan protes mahasiswa tidak terlepas dari peranan oraganisasi. Dari organisasi tersebut kemudian mahasiswa dapat mengkonsolidasikan kekuatan ide dalam melacak fenomena ekonomi, politik, sosial dan budaya. Pertarungan ide, pemikiran kritis dan sikap politik mahasiswa muncul atas perspektif nilai dan paradigmatik dari tiap-tiap organisasi yang digelutinya. Sehingga kekuatan kontrol dari organisasi mahasiswa terhadap dinamika realitas yang ada masih tetap bertahan.

Ironisnya, pemerintah hari ini masih saja merespon gerakan mahasiswa dengan sikap yang sinis. Hal itu dapat dibutikan pasca kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), melihat gerakan mahasiswa yang menggelegar untuk memprotes kebijakan tersebut, pihak pemerintah bersikap kesal. Sikap kesal dari pemerintah dapat dilihat dari adanya sebuah rencana untuk membubarkan organisasi mahasiswa. Mereka beranggapan bahwa gerakan turun jalan tidak ada manfaatnya sama sekali, yang terpenting bagaimana mahasiswa dapat betah belajar di dalam kelas.

Sikap kritis mahasiswa seharusnya dapat dimaknai sebagai kekuatan demokrasi. Karena salah satu syarat mutlak dari penerapaan demokrasi adalah ketersediaannya ruang publik. Gerakan mahasiswa dapat dijadikan sebagai salah satu bentuk ruang publik yang harus disambut sebagai sesuatu hal yang positif dan didukung, tentunya. Bukan sebaliknya, pemerintah memusuhi apa yang menjadi gerakan protes mahasiswa.

Ketika mahasiswa selalu berada di dalam kelas seperti apa yang diinginkan oleh pihak pemerintah, maka gerakan kontrol mahasiswa atas dinamika ekonomi, politik, sosial dan budaya akan semakin lenyap. Bisa dipastikan, yang diuntungkan atas kenyatan tersebut adalah pihak pengambil kebijakan. Karena mereka akan dengan seenaknya sendiri dalam membuat sebuah kebijakan. Meskipun kebijakan yang diambil tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat secara umum.

Demokrasi yang hari ini kita rasakan adalah demokrasi yang berhenti pada tataran prosedur semata. Namun demokrasi yang benar-benar menghargai nilai-nilai kebebasan masih kurang begitu dapat dirasakan. Padahal kata kunci dari penerapan demokrasi adalah ‘kebebasan’. Dalam konteks tersebut seharusnya pemerintah dapat menghargai apa yang menjadi kebebasan berfikir dari masing-masing organisasi mahasiswa. Kebebasan mahasiswa dalam menyampaikan pemikiran dapat dijadikan sebagai kekutan demokrasi yang substansial, bukan berhenti pada tataran prosedural.

Artinya, posisi kebebasan mahasiswa dalam berpartisipasi atas dinamika demokrasi yang ada, berada pada posisi yang dikepung oleh ‘sistem’. Sistem yang tidak pernah menghargai hak kedaulatan rakyat dalam menentukan kompas perubahan bangsa. Ketika hal ini masih saja dibiarkan, maka lambat laun Indonesia akan menjadi negara yang ‘hidup’ tanpa ada ‘kehidupan’.