Senin, 28 Januari 2008

Selamat Tinggal Bapak Pembangunan


Tanggal 27 Januari Tahun 2008, Tepatnya Pukul 13.10 WIB. Bapak Presiden Ke 2 Republik Indonesia, H. Mohammad Soeharto mengakhiri usianya yang ke- 86 di Rumah Sakit Pusat pertamina Jakarta. Kejadian itu, tentu membuat kita semua terennyuh sekaligus prihatin. Orang yang selama ini, menjadi bahan untuk selalu dirasani akhirnya sudah tiada.

Bapak pembangunan ini tidak hanya menjadi bahan gosip seluruh bangsa, akan tetapi menjadi sosok yang kontroversial. Utamanya pilahan gerakan politik ketika ia memimpin negeri ini. Tak heran, ketika banyak gerakan mahasiswa maupun aktivis gerakan yang lain seringkali mengutuk tindakan politiknya yang disinyalir dehumanisasi. Namun, ada saran menarik yang menurut saya bisa kita lakukan bersama setelah kepergiaannya. saran itu datang dari sang budayawan, yang akrab kita panggil dengan sebutan cak Nun ( Ainun Nadjib).

Ia mengatakan, bahwa setelah kita semua ditinggalkannya, maka yang bisa kita lakukan selanjutnya adalah dengan bersikap objektif, kita harus dapat mendudukkan realitas tentang pak harto dengan penuh kejujuran, kearifan dan tanpa ada hal yang menunggangi fakta yang akan kita ungkap dari sosok sepertinya. dari tindakan itu kita akan dapat mengetahui bersama atas seberapa besar kekurangan beliau selama ini, terlebih dalam memimpin bangsa. dan seberapa besar pula kebaikan beliau dalam mengabdikan dirinya untuk Indonesia. dari situ tentunya bisa kita lihat bersama, apakah benar kekurangannya menutupi dari kebaikannya, atau bahkan sebaliknya.

Pemberitaan Media massa
Sejak kepergiannya di hari Minggu kemarin, media massa dengan uptodate memantau informasi tentang meninggalnya Pak Harto, dari awal beliau tiada (di RS PP) sampai di kuburkannya. Akan tetapi, yang menarik untuk di analisis bersama, bagaimana pola pemberitaan di setiap media tersebut.

Hari minggu jam 14.00 WIB. Saya bersama teman kontrakan tempat dimana saya tinggal di Malang, bersama-sama melihat pemberitaan tentang ketiadaannya di media televisi. untungnya pada waktu itu kami tidak lantas hanya memusatkan penglihatan kami terhadap satu chanel saja, akan tetapi sebagian besar saluran televisi yang ada di Indonesia kami tonton (Trans TV, SCTV, TVRI, TPI, dll.). disela konsentrasi kami mendengar dan melihat pemberitaan media tersebut, ada analisa menarik yang smepat kami diskusikan terkait dengan isi beritanya.

Ternyata, tidak banyak media televisi yang menyeimbangkan antara berita (in memorial) Pak harto antara kebaikannya dan keburuknya sekaligus. Artinya, yang kami lihat pada waktu itu, pemberitaan sebagian besar media massa kita (khususnya Media televisi yang kami tonton) lebih pada cerita sejarah yang menampakkan jasanya, yang seakan-akan tidak pernah berbuat salah terhadap republik ini. Hal itu, membuat kami sedikit senyum dan menganalisis, apa benar manusia seperti mantan presiden RI ini tidak mempunyai kesalahan sedikitpun?. Lalu, bagaimana dengan teriakan tokoh intelektual maupun gerakan yang selama ini menge-just, bahwa karenanya bangsa kita hari ini, mengalami krisis muti dimensi?.

Kalau hal itu, yang terus terjadi dalam pemberitaan media massa, lebih-lebih tokoh intelektual atau bahkan politikus yang hari ini banyak dimintai komentar seputar Almarhum, maka harapan cak nun untuk mendudukkan masalah seobjektif mungkin hanya akan menjadi harapan saja. sehingga hal itu akan berdampak terhadap tapakan sejarah nasional yang seharusnya kita jaga kebenarannya. yang tak kalah pentingnya, hal itu pula yang akan berpengaruh terhadap sikap pemerintah dalam kasusu hukum perdata yang akhir-akhir ini sudah mulai tergarap.