Kamis, 10 Juli 2008

Partainya Anak Kecil


Pagi tadi (10/07/08) saya melihat beberapa anak kecil yang sedang berkumpul di depan gang rumahnya. Mereka memperlihatkan ekspresi yang penuh semangat dan menggunakan kostum yang bergambar salah satu partai politik terbesar di kota Malang. Usut punya diusut, ternyata mereka lagi mempersiapkan diri untuk berpartisipasi atas kampanye salah satu calon wali kota Malang bersama kedua orang tunya masing-masing. Saya sempat tertegun melihat prilaku mereka, disaat Lembaga Survey Indonesia (LSI) mengabarkan atas hasil surveynya tentang berkurangnya kepercaan masyarakat terhadap partai politik, mereka malah dengan gegap gempita memperlihatkan militansinya terhadap bendera partai itu.

Tak lama kemudian, datang seorang bapak yang memakaikan kacamata berwana merah yang identik dengan warna dominan partai itu. Dari aksi si bapak tersebutlah saya berfikir, jangan-jangan anak itu bersemangat bukan karena tahu visi-misi calon wali kota yang akan dikampanyekan? apa iya, semangat mereka dikarenakan ajakan orang tuanya? atau mereka bersemangat karena tahu kalau dengan ikut kampanye mereka akan mendapatkan 'sesuatu'?

Pertanyaan di atas sampai sekarang masih belum terjawab. Akan tetapi, saya terheran-heran atas realitas tersebut. Entah kenapa masyarakat kita sampai hari ini masih memiliki kepercayaan terhadap prilaku politik partai. Padahal banyak hasil survey mengatakan, janji-janji politik para juru kampanye ketika menawarkan visi misi calonnya hampir tidak diaplikasikan dalam pembuatan kebijakan, tatkala sang calon tersebut mampu meraup kekuasaan. Janji politik para politisi itu hanya menjadi pemanis bibir untuk meraih simpati masyarakat saja.

Biasanya, simpati masyarakat dapat diraih ketika para politis memainkan politrik pencitraan. Apalagi konstruksi media massa terhadap kesadran politik masyarakat tengah melilit. Bahkan hal itu dijadikan sebaga trend strategi politik kebangsaan hari ini. Ironisnya, ctra yang didapatkan dari masyarakat hanya dimanfaatkan untuk kepentingan politik sesaat saja, tanpa diimbangi dengan pembuktian yang riil atas citra yang didapatnya. Lalu, kalau karakter berpolitik tokoh-tokoh bangsa ini masih seperti itu, kapan Indonesia bisa bangkit?