Kamis, 29 Mei 2008

Mencari Tau Pelopor Kebangkitan Bangsa


Banyak komponen pergerakan yang hari ini tengah bersemangat untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional (HARKITNAS). Peringatan kali ini dianggap sebagai momentum pergerakan yang sangat special dibandingkan dengan peringatan HARKITNAS sebelumnya. Karena tepat pada tanggal 20 Mei 2008 sejarah pergerakan kebangkitan nasional diyakini telah berumur 100 tahun.

Se-abad kebangkitan nasional yang banyak menumbuhkan semangat gerakan, pastinya juga meyakini bahwa Boedhi Oetomo (BO) sebagai tonggak pergerakannya. Namun catatan sejarah yang terdapat dalam teks-teks sejarah pergerakan kita saat ini tidak lantas dijadikan sebagai rujukan sejarah yang dogmatis tanpa ada kritik sejarah. Karena ada bukti sejarah pergerakan yang berkata lain atas kebangkitan nasional tersebut.

Pantaskah tanggal 20 mei 1908 dijadikan sebagai momentum kebangkitan nasional? Seandainya kita sedikit ada usaha untuk melacak sejarah gerakan, maka tentu akan terlontar pertanyaan seperti itu. Karena sebenarnya BO adalah organisasi dibawah kendali pemerintah belanda. Angota-angotanya pun kebanyakan menjadi pegawai belanda.

Bukan itu saja, dibelakang BO pun terdapat fakta yang mencengangkan. Ketua pertama BO yakni Raden Adipati Tirtokusumo, Bupati Karanganyar, ternyata adalah seorang anggota Freemasonry. Dia aktif di Loge Mataram sejak tahun 1895.

Sekretaris BO (1916), Boediardjo, juga seorang Mason yang mendirikan cabangnya sendiri yang dinamakan Mason Boediardjo. Hal ini dikemukakan dalam buku “Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962” (Dr. Th. Stevens), sebuah buku yang dicetak terbatas dan hanya diperuntukan bagi anggota Mason Indonesia.

BO Tidak Bervisi Kebangsaan
BO adalah organisasi yang tidak sama sekali memiliki visi kebangsaan, melainkan Visi kedaerahan dibawah kepentingan belanda. Karena sangat jelas sekali di dalam Pasal 2 Anggaran Dasar BO tertulis “Tujuan organisasi untuk menggalang kerjasama guna memajukan tanah dan bangsa Jawa dan Madura secara harmonis. ” Inilah tujuan BO, yang bersifat Jawa-Madura sentris, sama sekali bukan kebangsaan.

Dalam setiap pembahasan rapat-rapatnya, mereka tidak pernah berbicara bagaimana membangun gerakan kebangsaan. akan tetapi pembahasannya lebih pada menggalang kekuatan untuk membangun tanah madura dan jawa menjadi tanah yang bekesejahteraan dibawah kendali ratu belanda.

Selain itu, BO juga memposisikan Islam sebagai penghalang dari gerak langkah yang dilakukan. Sehingga mereka sangat berkeinginan untuk menyingkirkan Islam sebagai upaya meluruskan dan melancarkan gerakan mereka.

Noto Soeroto, salah seorang tokoh BO, di dalam satu pidatonya tentang Gedachten van Kartini alsrichtsnoer voor de Indische Vereniging berkata: “Agama Islam merupakan batu karang yang sangat berbahaya... Sebab itu soal agama harus disingkirkan, agar perahu kita tidak karam dalam gelombang kesulitan. ”

Sebuah artikel di “Suara Umum”, sebuah media massa milik BO di bawah asuhan Dr. Soetomo terbitan Surabaya, dikutip oleh A. Hassan di dalam Majalah “Al-Lisan” terdapat tulisan yang antara lain berbunyi, “Digul lebih utama daripada Makkah”, “Buanglah Ka’bah dan jadikanlah Demak itu Kamu Punya Kiblat!” (M. S) Al-Lisan nomor 24, 1938.

Selain tujuan organisasi yang sangat chauvinistik, ternyata bahasa yang digunakan dalam aturan dan komunikasi organisasinya tidak memakai bahasa melayu. Namun bahasa yang digunakan mereka adalah bahasa belanda.

Dari beberapa fakta sejarah di atas sudah jelas bahwa ada pembusukan sejarah di negeri kita ini. Kepentingan kelompok penjajah, bersembunyi di balik teks-teks sejarah yang selama ini tersosialisasikan terhadap masyarakat. Sebenarnya, banyak teks sejarah yang hendak mengungkap fakta sejarah yang sesungguhnya. Baik berupa artikel maupun buku-buku sejarah pergerakan.


KH Firdaus AN adalah Tokoh dan Penulis Islam yang sepanjang hayat secara lantang menyerukan perlunya pembaharuan atas tradisi peringatan kebangkitan nasional, kritiknya melalui tulisan tersebar di berbagai media juga melalui buku – buku yang beliau tulis utamanya “Syarikat Islam Bukan Budi Utomo : Meluruskan sejarah pergerakan bangsa”, sayangnya buku tersebut sekarang sudah langka dan sudah tentu sangat terpuji jika diantara kita yang “memilikinya” bersedia berbagi dan mempublikasikan buku tersebut secara terbuka melalui blog atau website sebagai ataupun media tulisan yang lain sebagai bagian dari upaya pelurusan sejarah pergerakan bangsa.

Berkenaan dengan tulisan KH. Firdaus AN, ternyata tonggak penggerak kebangkitan bangsa bukan BO, akan tetapi aktivis-aktivis pergerakan yang memiliki semangat kebangsaan seperti halnya Syarikat Islam (SI) yang berdiri pada tanggal 16 Oktober 1905 (tiga tahun sebelum lahirnya BO). Maka dari itu, setelah kita lacak fakta-fakta sejarah, dan memahami adanya titik manipulasi teks sejarah, tentu kita sepakat bahwa motor penggerak kebangkitan nasional yang sesungguhnya adalah SI.

Seperti kita ketahui bersama bahwa SI tidak sebatas pergerakan Islam melainkan pergerakan nasional yang terbuka terbukti SI mewadahi berbagai latar belakang ideologi termasuk bergabungnya beberapa anggota yang ber-ideologi radikal seperti Semaun, Darsono dan Alimin yang kemudian dikenal sebagai SI Merah. Sebagai Bapak Pergerakan Nasional Rumah HOS Tjokroaminoto di Gang Peneleh 7 Surabaya menjadi tempat indekost bagi tokoh – tokoh pergerakan, disanalah tempat diskusi politik dan kebangsaan lintas ideologi.

3 orang tokoh pergerakan yang berguru dan indekost di rumah HOS Tjokroamnito adalah Ir. Soekarno, Kartosuwiryo dan Semaun. Ketiganya dikenal lantaran banyak memberikan warna bagi perjalanan pergerakan nasional, Bung Karno kemudian hijrah ke Bandung dan mendirikan partai nasional yang menjadi cikal bakal lahirnya PNI, Semaun dan kawan – kawannya kemudian mendirikan Partai Komunis Hindia Belanda pada tahun 1920 dan tidak lama berselang berubah menjadi Partai Komunis Indonesia yang diketuai oleh Semaun, sementara Kartosuwiryo kemudian dikenal sebagai Tokoh Islam yang berpengaruh luas dan sempat memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia.

Dari realitas di atas, mari kita sambungkan energi gerakan kita pada pioner gerakan yang sesungguhnya. Jangan sampai sejarah dapat menjebak kita lagi. Karena ketika itu terjadi berulang-ulang kali, maka kita akan semakin berada di bawah panji kepentingan penjajah. Tunjukkan bahwa kita punya harga diri, yang merupakan kumpulan dari semua komitmen kebangsaan. Dari dulu kita mencita-citakan bangsa yang bebas dari kepentingan negara lain. Bangkitlah wahai pemuda, bangkitlah wahai kaum miskin kota dan bangkitlah wahai kesatria pergerakan. Kita sudah terlalu lama disakiti, sudah saatnya kita membalas kepedihan ini dengan kebangkitan yang sejati nan mandiri.

Logika dan 'Kita'


Dalam menjalani hidup, manusia pasti tidak akan terlepas dari retualitas berfikir. Berfikir tentang apa, siapa, bagaimana, dan seterusnya. Maka dari itu kita kemudian menjadi butuh belajar tentang ilmu logika (filsafat berfikir). Logika adalah sebuah sistem berfikir yang didalamnya meliputi teknik berfikir yang apik. Orang sering kali berkomentar tentang pemikiran orang lain dengan kalimat bertanaya seperti; logiskah pemikiran orag tersebut?

Tapi belum kita tanyakan pada sang komentator tersebut, apakah dia paham atas logika berfikir yang benar? Benar dalam artian sesuai dengan sistematika berfikir yang ada dalam ilmu logika.

Tidak hanya berhenti di dalam sistem berfikir, akan tetapi ilmu logika juga mempelajari tentang bahasa. Karena setiap pemikiran kita pasti akan terekspresikan lewat bahasa. Belum tentu orang yang memiliki sistematika berfikir yang bagus, dapat diterima oleh orang lain ketika dalam ungkapan bahasanya tidak mampu untuk mempengaruhi pendengar agar yakin atas buah hasil fikirannya tersebut. Bahasa dalam hal ini berada dalam posisi yang cukup penting dalam mempelajari ilmu logika.

Tentu kita juga sepakat bahwa apa yang kita fiikirkan dan bahasakan adalah bentuk tangkapan kita terhadap medan realitas. Maka belajar logika juga tidak akan bisa sempurna ketika kita masih belum mampu menangkap realitas dengan cepat dan cekat. Karena manusia adalah makhluk sosial (zon politicon), maka penguasaan terhadap realitas sosial adalah salah satu kunci bagi kita untuk menumbuhkan sistematika berfikir yang logis.

Adapun tokoh yang sampai saat ini masih banyak diikuti pemikirannya tentang logika adalah Aristoteles. Ketokohannya di bidang logika sangat diakui semenjak abad pertengahan, bahkan hingga saat ini pun orang-orang katolik yang belajar filsafat masih memegang teguh ilmu logika yang di cetuskan oleh murid dari Plato ini. Mereka bahkan tidak mau menerima datangnya pemikiran modern tentang logika.

Dalam ilmu logikanya karya terpenting Aritoteles adalah tentang silogisme. Silogisme itu ialah sebuah argumen yang terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama; premis mayor, kedua; premis minor dan terakhir konklusi atau kesimpulan. Ada beberapa silogisme yang masing-masing memiliki nama yang berbeda-beda oleh kamu skolastik.
Berikut beberapa silogisme tersebut:

Silogisme ini bentuk paling di kenal dan dinamakan ‘Barbara’:

Semua manusia fana (Premis mayor).
Jamaludin adalah manusia (Premis minor).
Dengan demikian: Jamaludin fana (Kesimpulan).
Atau:
Semua manusia fana (Premis mayor).
Kader Partai adalah seorang manusia (Premis minor).
Dengan demikian: Kader Partai fana (Kesimpulan).

Bentuk ini dinamakan ‘Calerent’:

Tak ada ikan yang rasional (Premis mayor).
Semua hiu adalah ikan (Premis minor).
Dengan demikian: tak ada hiu yang rasional (Kesimpulan).

Bentuk ini dinamakan ‘Darii’:

Semua manusia rasioanal (Premis mayor).
Sebagian binatang adalah manusia (Premis minor).
Dengan demikian: sebagian binatang adalah rasional (Kesimpulan).

Bentuk ini dinamakan ‘Ferio’:

Tak ada orang Yunani berkulit hitam (Premis mayor).
Sebagian manusia adalah orang Yunani (Premis minor).
Dengan demikian: sebagian manusia tak berkulit hitam (Kesimpulan).

Dari beberapa bentuk silogisme di atas, tentunya akan semakin mempermudah kita dalam mengatur jalan pikir yang mungkin sebelumnya kurang begitu teratur. Dan silogisme ini juga penting ketika kita berada pada titik pengambilan kepeutusan. Karena pengambilan keputusan tidak lantas ditetapkan tanpa ada sebuah proses berfikir yang logis. Silogisme merupakan salah satu alat untuk mencapai kebijaksanaan dalam mengambil sebuah keputusan yang logis tersebut.

Tulisan ini adalah sekelumit saja tentang bagaimana kita mempelajari ilmu logika. Namun kita tidak perlu cemas, karena sampai hari ini di media informasi seperti halnya buku, artikel tentang logika, majalah off line atau pun on line atau bahkan media pendidikan seperti halnya kurikulum pendidikan di perguruan tinggi masih banyak yang menyediakan informasi terkait dengan ilmu logika ini.

‘Berfikirlah Dengan Logis, Berbahasalah Dengan Sistematis, Dan Bertindaklah Dengan Strategis’

Konsolidasi Gerakan



Di beberapa hari kemarin saya sempat berada dalam satu forum dengan para buruh di Kota Malang. Forum tersebut merupakan bentuk konsolidasi gerakan yang dibangun oleh semua sektor organisasi mulai dari kalangan mahasiswa, buruh, petani dan organisasi kemasyarakatan lainnya se-kota Malang.

Ada statement menarik dari seorang buruh yang sempat tersimpan dalam memori ingatan saya. Bapak yang kebetulan menjadi koordinator umum forum tersebut mengatakan bahwa: kita harus memperkuat aliansi gerakan ini, untuk kemudian merespon beberapa bentuk kebijakan yang tidak berpihak kepada masyarakat. Karena selama ini kita terpecah-pecah, dan out put gerakannya pun tidak jelas. Utamanya kepada kawan-kawan mahasiswa, kami sebagai buruh sangat membutuhkan kalian, karena sampai saat ini kami percaya bahwa kalianlah yang bisa menjadi pelopor dari barisan gerakan rakyat. Jadi, ayo kita bersama-sama saling bergandengan tangan untuk memperjuangkan hak-hak rakyat, pungkasnya.

Dari statement tersebut hati saya sedikit tersentuh, bahwa ternyata memang benar masyarakat kita hari ini masih membutuhkan mahasiswa. Untuk kemudian memberikan pendidikan kritis, sehingga dapat melakukan gerakan bersama-sama dalam satu barisan. Lalu, bagaimanakah dengan mahasiswa saat ini dalam mengemban amanah tersebut? Apakah mahasiswa saat ini secara umum telah memiliki kesadaran yang sama dengan buruh yang saya tulis diatas?

Kalau kita lihat, ada problematika kebudayaan yang mengakar di lingkungan mahasiswa saat ini. Kesadaran mahasiswa sangat beragam, ada beberapa mahasiswa yang memang sadar akan tugas dan fungsi sosialnya, seperti halnya harapan buruh di atas. Ada yang tidak tahu menahu atas problem sosil seperti jeritan buruh itu dan ada yang sudah tahu atas problem yang dihadapi masyarakat, akan tapi kesadarannya masih naif dalam melihat realitas tersebut.

Problematika kesadaran tersebutlah yang akhirnya berdampak terhadap lemahnya gaung gerakan mahasiswa dalam memperjuangkan keadilan, kebenaran dan kejujuran. Pihak pemerintah dalam hal ini sangat diuntungkan. Mereka dengan santainya berkata: Alhamdulillah kondisi perekonomian kita hari ini stabil, karena banyak investor yang masuk untuk menglolah sumberdaya alam kita. Hal ini terjadi juga tidak terlepas partisipasi masyarakat yang tertib dalam menjaga keamanan. Sehingga mereka tertarin untuk menjadi investor bagi negara kita, dalihnya.

Padahal kenyataannya, semakin hari kita semakin terjerat oleh kemiskinan, pengangguran dan lain sebagainya. Sebentar lagi subsidi BBM akan dicabut, eksploitasi terhadap alam sudah tidak dapat dibendung lagi, lalu bagaimana respon mahasiswa atas realitas penindasan tersebut.

Kekuatan global dalam merangkai sistem penindasan harus diakui keberhasilannya. Hal itu bisa dilihat dari semakin meredupnya gerakan kritis masyarakat dalam membendung gerakan dominasinya di negara dunia ketiga seperti Indonesia. Maka kita jangan malu-malu untuk mangatakan: Selamat wahai penindas, teruskan semangat penindasanmu, karena dengan begitu masyarakatku akan segera terhenyak dari lelap tidurnya, semoga!

Sabtu, 10 Mei 2008

BBM NAIK, RAKYAT KECIL JADI KORBAN


Beberapa hari lagi banyak kaum gerakan yang akan mengingat kembali momentum pergerakan Budhi Oetomo. Tanggal 20 Mei 2008 ini merupakan se-Abad Kebangkitan Nasional yang tentunya mengingatkan kita pada tonggak pergerakan Budhi Oetomo. Namun harapannya momentum tersebut tidak hanya dijadikan sebagai agenda reflektif semata. Lebih dari itu, kita sebagai warga negara harus mampu untuk melacak realitas kebenaran di masa kini dengan melihat di masa lampau dan menyongsong di masa mendatang.

Kita ketahui bersama bahwa realitas politik kebangsaan hari semakin rumit adanya dengan adanya rencana pemerintah mengurangi subsidi BBM. Hal ini menjadi ironis ketika kebijakan tersebut tidak diimbangi dengan kebijakan lain yang dapat mengembangkan pendapatan per capita masyarakat.

Mari sejenak kita analisis, sejauh mana dampak dari kebijakan tersebut. yang pasti ketika pengurangan subsidi tersebut dilakukan, maka secara otomatis harga BBM akan naik pula. Dan menurut informasi yang sering ditampilkan lewat televisi harga BBM kedepan akan naik kurang lebih 30 persen dari harga yang sekarang.

Belum lagi dampak terhadap harga sembako, atau bahkan dengan kebutuhan-kebutuhan primer dan sekunder yang lainnya. yang pasti akan ikut naik seperti halnya kenaikan BBM itu sendiri. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa semua kebutuhan kita hari ini atas hasil produksi yang memakai BBM.

Adapun masyarakat yang lebih banyak mendapatkan dampak dari kebijakan tersebut, sesungguhnya masyarakat kalangan bawah yang nota bene bukan pengguna BBM terbesar di Indonesia. Bahkan kalau mau jujur, kelompok borhuislah yang lebih banyak menghabiskan BBM kita selama ini. Hal itu bisa dibuktikan dengan seberapa banyak perusahaan-perusahan membutuhkan BBM dalam setiap harinya? Seberapa besar mobil-mobil orang-orang kelas atas membutuhkan BBM di setiap harinya?

Ketika realitasnya seperti demikian, seharusnya yang lebih banyak menanggung akibat dari melonjaknya harga minyak dunia dan kelangkaan minyak Indonesia adalah kelompok-kelompok borjuis. Bisa jadi dengan peningkata pajak bagi mereka tanpa harus mengurangi subsidi BBM. Setujukah anda?

Sabtu, 03 Mei 2008

Momentum HARDIKNAS Banyak Yang Respon


Pada tanggal 2 Mei 2008, banyak aksi jalanan yang dilakukan oleh  kelompok yang merasa menjadi korban dari wajah pendidikan nasional. ada apa dengan wajah pendidikan kita hari ini? Dari beberapa orasi yang disampaikan, ternyata mereka meneriakkan tentang komersialisasi di dunia pendidikan.

Lembaga pendidikan kita tak ubahnya perusahaan yang selalu mengutamakan keuntungan dari pada kualitas barang hasil produksinya. Setidaknya suara sumbang tersebut datang dari beberapa kelompok yang secara kritis telah melakukan investigasi terhadap lika-liku pendidikan nasional. utamanya dalam konteks regulasi yang ada, RUU BHP misalnya. Bentuk kritik civistas akademika terhadap RUU tersebut adalah bagaimana lembaga pendidikan diberikan keleluasaan untuk memproduksi peserta didiknya dengan kewenangan penuh.

Kekhawatirannya, apabila hal itu terjadi maka yang namanya lembaga pendidikan akan dengan sangat mudah dalam menaikkan atau memepermainkan biaya pendidikan yang ada. Karena, penerapan RUU BHP tersebut akan berdampak terhadap pencabutan subsidi pemerintah yang konsekwensinya seluruh biaya pendidikan akan di tanggung oleh peserta didik.

Lembaga pendidikan yang memiliki status Negri, bisa diprediksi kedepannya tidak akan ada perbedaannya dengan lembaga pendidikan swasta. Dimana biaya oprasional pendidikannya ditanggung sepenuhnya oleh murid-murid sekolah atau mahasiswa.

Ketika realitasnya demikian, maka tak salah apabila hari pendidikan di tahun ini, banyak kalangan yang menyambutnya dengan gegap gempita gerakan untuk kritis terhadap hal tersebut di atas. Namun gerakan tinggallah gerakan, tampa dibarengi dengan respon positif dari pemerintah untuk merubah kebijakannya dalam memberikan pelayanan yang baik terhadap masyarakatnya.