Banyak komponen pergerakan yang hari ini tengah bersemangat untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional (HARKITNAS). Peringatan kali ini dianggap sebagai momentum pergerakan yang sangat special dibandingkan dengan peringatan HARKITNAS sebelumnya. Karena tepat pada tanggal 20 Mei 2008 sejarah pergerakan kebangkitan nasional diyakini telah berumur 100 tahun.
Se-abad kebangkitan nasional yang banyak menumbuhkan semangat gerakan, pastinya juga meyakini bahwa Boedhi Oetomo (BO) sebagai tonggak pergerakannya. Namun catatan sejarah yang terdapat dalam teks-teks sejarah pergerakan kita saat ini tidak lantas dijadikan sebagai rujukan sejarah yang dogmatis tanpa ada kritik sejarah. Karena ada bukti sejarah pergerakan yang berkata lain atas kebangkitan nasional tersebut.
Pantaskah tanggal 20 mei 1908 dijadikan sebagai momentum kebangkitan nasional? Seandainya kita sedikit ada usaha untuk melacak sejarah gerakan, maka tentu akan terlontar pertanyaan seperti itu. Karena sebenarnya BO adalah organisasi dibawah kendali pemerintah belanda. Angota-angotanya pun kebanyakan menjadi pegawai belanda.
Bukan itu saja, dibelakang BO pun terdapat fakta yang mencengangkan. Ketua pertama BO yakni Raden Adipati Tirtokusumo, Bupati Karanganyar, ternyata adalah seorang anggota Freemasonry. Dia aktif di Loge Mataram sejak tahun 1895.
Sekretaris BO (1916), Boediardjo, juga seorang Mason yang mendirikan cabangnya sendiri yang dinamakan Mason Boediardjo. Hal ini dikemukakan dalam buku “Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962” (Dr. Th. Stevens), sebuah buku yang dicetak terbatas dan hanya diperuntukan bagi anggota Mason Indonesia.
BO Tidak Bervisi Kebangsaan
BO adalah organisasi yang tidak sama sekali memiliki visi kebangsaan, melainkan Visi kedaerahan dibawah kepentingan belanda. Karena sangat jelas sekali di dalam Pasal 2 Anggaran Dasar BO tertulis “Tujuan organisasi untuk menggalang kerjasama guna memajukan tanah dan bangsa Jawa dan Madura secara harmonis. ” Inilah tujuan BO, yang bersifat Jawa-Madura sentris, sama sekali bukan kebangsaan.
Dalam setiap pembahasan rapat-rapatnya, mereka tidak pernah berbicara bagaimana membangun gerakan kebangsaan. akan tetapi pembahasannya lebih pada menggalang kekuatan untuk membangun tanah madura dan jawa menjadi tanah yang bekesejahteraan dibawah kendali ratu belanda.
Selain itu, BO juga memposisikan Islam sebagai penghalang dari gerak langkah yang dilakukan. Sehingga mereka sangat berkeinginan untuk menyingkirkan Islam sebagai upaya meluruskan dan melancarkan gerakan mereka.
Noto Soeroto, salah seorang tokoh BO, di dalam satu pidatonya tentang Gedachten van Kartini alsrichtsnoer voor de Indische Vereniging berkata: “Agama Islam merupakan batu karang yang sangat berbahaya... Sebab itu soal agama harus disingkirkan, agar perahu kita tidak karam dalam gelombang kesulitan. ”
Sebuah artikel di “Suara Umum”, sebuah media massa milik BO di bawah asuhan Dr. Soetomo terbitan Surabaya, dikutip oleh A. Hassan di dalam Majalah “Al-Lisan” terdapat tulisan yang antara lain berbunyi, “Digul lebih utama daripada Makkah”, “Buanglah Ka’bah dan jadikanlah Demak itu Kamu Punya Kiblat!” (M. S) Al-Lisan nomor 24, 1938.
Selain tujuan organisasi yang sangat chauvinistik, ternyata bahasa yang digunakan dalam aturan dan komunikasi organisasinya tidak memakai bahasa melayu. Namun bahasa yang digunakan mereka adalah bahasa belanda.
Dari beberapa fakta sejarah di atas sudah jelas bahwa ada pembusukan sejarah di negeri kita ini. Kepentingan kelompok penjajah, bersembunyi di balik teks-teks sejarah yang selama ini tersosialisasikan terhadap masyarakat. Sebenarnya, banyak teks sejarah yang hendak mengungkap fakta sejarah yang sesungguhnya. Baik berupa artikel maupun buku-buku sejarah pergerakan.
KH Firdaus AN adalah Tokoh dan Penulis Islam yang sepanjang hayat secara lantang menyerukan perlunya pembaharuan atas tradisi peringatan kebangkitan nasional, kritiknya melalui tulisan tersebar di berbagai media juga melalui buku – buku yang beliau tulis utamanya “Syarikat Islam Bukan Budi Utomo : Meluruskan sejarah pergerakan bangsa”, sayangnya buku tersebut sekarang sudah langka dan sudah tentu sangat terpuji jika diantara kita yang “memilikinya” bersedia berbagi dan mempublikasikan buku tersebut secara terbuka melalui blog atau website sebagai ataupun media tulisan yang lain sebagai bagian dari upaya pelurusan sejarah pergerakan bangsa.
Berkenaan dengan tulisan KH. Firdaus AN, ternyata tonggak penggerak kebangkitan bangsa bukan BO, akan tetapi aktivis-aktivis pergerakan yang memiliki semangat kebangsaan seperti halnya Syarikat Islam (SI) yang berdiri pada tanggal 16 Oktober 1905 (tiga tahun sebelum lahirnya BO). Maka dari itu, setelah kita lacak fakta-fakta sejarah, dan memahami adanya titik manipulasi teks sejarah, tentu kita sepakat bahwa motor penggerak kebangkitan nasional yang sesungguhnya adalah SI.
Seperti kita ketahui bersama bahwa SI tidak sebatas pergerakan Islam melainkan pergerakan nasional yang terbuka terbukti SI mewadahi berbagai latar belakang ideologi termasuk bergabungnya beberapa anggota yang ber-ideologi radikal seperti Semaun, Darsono dan Alimin yang kemudian dikenal sebagai SI Merah. Sebagai Bapak Pergerakan Nasional Rumah HOS Tjokroaminoto di Gang Peneleh 7 Surabaya menjadi tempat indekost bagi tokoh – tokoh pergerakan, disanalah tempat diskusi politik dan kebangsaan lintas ideologi.
3 orang tokoh pergerakan yang berguru dan indekost di rumah HOS Tjokroamnito adalah Ir. Soekarno, Kartosuwiryo dan Semaun. Ketiganya dikenal lantaran banyak memberikan warna bagi perjalanan pergerakan nasional, Bung Karno kemudian hijrah ke Bandung dan mendirikan partai nasional yang menjadi cikal bakal lahirnya PNI, Semaun dan kawan – kawannya kemudian mendirikan Partai Komunis Hindia Belanda pada tahun 1920 dan tidak lama berselang berubah menjadi Partai Komunis Indonesia yang diketuai oleh Semaun, sementara Kartosuwiryo kemudian dikenal sebagai Tokoh Islam yang berpengaruh luas dan sempat memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia.
Dari realitas di atas, mari kita sambungkan energi gerakan kita pada pioner gerakan yang sesungguhnya. Jangan sampai sejarah dapat menjebak kita lagi. Karena ketika itu terjadi berulang-ulang kali, maka kita akan semakin berada di bawah panji kepentingan penjajah. Tunjukkan bahwa kita punya harga diri, yang merupakan kumpulan dari semua komitmen kebangsaan. Dari dulu kita mencita-citakan bangsa yang bebas dari kepentingan negara lain. Bangkitlah wahai pemuda, bangkitlah wahai kaum miskin kota dan bangkitlah wahai kesatria pergerakan. Kita sudah terlalu lama disakiti, sudah saatnya kita membalas kepedihan ini dengan kebangkitan yang sejati nan mandiri.
Se-abad kebangkitan nasional yang banyak menumbuhkan semangat gerakan, pastinya juga meyakini bahwa Boedhi Oetomo (BO) sebagai tonggak pergerakannya. Namun catatan sejarah yang terdapat dalam teks-teks sejarah pergerakan kita saat ini tidak lantas dijadikan sebagai rujukan sejarah yang dogmatis tanpa ada kritik sejarah. Karena ada bukti sejarah pergerakan yang berkata lain atas kebangkitan nasional tersebut.
Pantaskah tanggal 20 mei 1908 dijadikan sebagai momentum kebangkitan nasional? Seandainya kita sedikit ada usaha untuk melacak sejarah gerakan, maka tentu akan terlontar pertanyaan seperti itu. Karena sebenarnya BO adalah organisasi dibawah kendali pemerintah belanda. Angota-angotanya pun kebanyakan menjadi pegawai belanda.
Bukan itu saja, dibelakang BO pun terdapat fakta yang mencengangkan. Ketua pertama BO yakni Raden Adipati Tirtokusumo, Bupati Karanganyar, ternyata adalah seorang anggota Freemasonry. Dia aktif di Loge Mataram sejak tahun 1895.
Sekretaris BO (1916), Boediardjo, juga seorang Mason yang mendirikan cabangnya sendiri yang dinamakan Mason Boediardjo. Hal ini dikemukakan dalam buku “Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962” (Dr. Th. Stevens), sebuah buku yang dicetak terbatas dan hanya diperuntukan bagi anggota Mason Indonesia.
BO Tidak Bervisi Kebangsaan
BO adalah organisasi yang tidak sama sekali memiliki visi kebangsaan, melainkan Visi kedaerahan dibawah kepentingan belanda. Karena sangat jelas sekali di dalam Pasal 2 Anggaran Dasar BO tertulis “Tujuan organisasi untuk menggalang kerjasama guna memajukan tanah dan bangsa Jawa dan Madura secara harmonis. ” Inilah tujuan BO, yang bersifat Jawa-Madura sentris, sama sekali bukan kebangsaan.
Dalam setiap pembahasan rapat-rapatnya, mereka tidak pernah berbicara bagaimana membangun gerakan kebangsaan. akan tetapi pembahasannya lebih pada menggalang kekuatan untuk membangun tanah madura dan jawa menjadi tanah yang bekesejahteraan dibawah kendali ratu belanda.
Selain itu, BO juga memposisikan Islam sebagai penghalang dari gerak langkah yang dilakukan. Sehingga mereka sangat berkeinginan untuk menyingkirkan Islam sebagai upaya meluruskan dan melancarkan gerakan mereka.
Noto Soeroto, salah seorang tokoh BO, di dalam satu pidatonya tentang Gedachten van Kartini alsrichtsnoer voor de Indische Vereniging berkata: “Agama Islam merupakan batu karang yang sangat berbahaya... Sebab itu soal agama harus disingkirkan, agar perahu kita tidak karam dalam gelombang kesulitan. ”
Sebuah artikel di “Suara Umum”, sebuah media massa milik BO di bawah asuhan Dr. Soetomo terbitan Surabaya, dikutip oleh A. Hassan di dalam Majalah “Al-Lisan” terdapat tulisan yang antara lain berbunyi, “Digul lebih utama daripada Makkah”, “Buanglah Ka’bah dan jadikanlah Demak itu Kamu Punya Kiblat!” (M. S) Al-Lisan nomor 24, 1938.
Selain tujuan organisasi yang sangat chauvinistik, ternyata bahasa yang digunakan dalam aturan dan komunikasi organisasinya tidak memakai bahasa melayu. Namun bahasa yang digunakan mereka adalah bahasa belanda.
Dari beberapa fakta sejarah di atas sudah jelas bahwa ada pembusukan sejarah di negeri kita ini. Kepentingan kelompok penjajah, bersembunyi di balik teks-teks sejarah yang selama ini tersosialisasikan terhadap masyarakat. Sebenarnya, banyak teks sejarah yang hendak mengungkap fakta sejarah yang sesungguhnya. Baik berupa artikel maupun buku-buku sejarah pergerakan.
KH Firdaus AN adalah Tokoh dan Penulis Islam yang sepanjang hayat secara lantang menyerukan perlunya pembaharuan atas tradisi peringatan kebangkitan nasional, kritiknya melalui tulisan tersebar di berbagai media juga melalui buku – buku yang beliau tulis utamanya “Syarikat Islam Bukan Budi Utomo : Meluruskan sejarah pergerakan bangsa”, sayangnya buku tersebut sekarang sudah langka dan sudah tentu sangat terpuji jika diantara kita yang “memilikinya” bersedia berbagi dan mempublikasikan buku tersebut secara terbuka melalui blog atau website sebagai ataupun media tulisan yang lain sebagai bagian dari upaya pelurusan sejarah pergerakan bangsa.
Berkenaan dengan tulisan KH. Firdaus AN, ternyata tonggak penggerak kebangkitan bangsa bukan BO, akan tetapi aktivis-aktivis pergerakan yang memiliki semangat kebangsaan seperti halnya Syarikat Islam (SI) yang berdiri pada tanggal 16 Oktober 1905 (tiga tahun sebelum lahirnya BO). Maka dari itu, setelah kita lacak fakta-fakta sejarah, dan memahami adanya titik manipulasi teks sejarah, tentu kita sepakat bahwa motor penggerak kebangkitan nasional yang sesungguhnya adalah SI.
Seperti kita ketahui bersama bahwa SI tidak sebatas pergerakan Islam melainkan pergerakan nasional yang terbuka terbukti SI mewadahi berbagai latar belakang ideologi termasuk bergabungnya beberapa anggota yang ber-ideologi radikal seperti Semaun, Darsono dan Alimin yang kemudian dikenal sebagai SI Merah. Sebagai Bapak Pergerakan Nasional Rumah HOS Tjokroaminoto di Gang Peneleh 7 Surabaya menjadi tempat indekost bagi tokoh – tokoh pergerakan, disanalah tempat diskusi politik dan kebangsaan lintas ideologi.
3 orang tokoh pergerakan yang berguru dan indekost di rumah HOS Tjokroamnito adalah Ir. Soekarno, Kartosuwiryo dan Semaun. Ketiganya dikenal lantaran banyak memberikan warna bagi perjalanan pergerakan nasional, Bung Karno kemudian hijrah ke Bandung dan mendirikan partai nasional yang menjadi cikal bakal lahirnya PNI, Semaun dan kawan – kawannya kemudian mendirikan Partai Komunis Hindia Belanda pada tahun 1920 dan tidak lama berselang berubah menjadi Partai Komunis Indonesia yang diketuai oleh Semaun, sementara Kartosuwiryo kemudian dikenal sebagai Tokoh Islam yang berpengaruh luas dan sempat memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia.
Dari realitas di atas, mari kita sambungkan energi gerakan kita pada pioner gerakan yang sesungguhnya. Jangan sampai sejarah dapat menjebak kita lagi. Karena ketika itu terjadi berulang-ulang kali, maka kita akan semakin berada di bawah panji kepentingan penjajah. Tunjukkan bahwa kita punya harga diri, yang merupakan kumpulan dari semua komitmen kebangsaan. Dari dulu kita mencita-citakan bangsa yang bebas dari kepentingan negara lain. Bangkitlah wahai pemuda, bangkitlah wahai kaum miskin kota dan bangkitlah wahai kesatria pergerakan. Kita sudah terlalu lama disakiti, sudah saatnya kita membalas kepedihan ini dengan kebangkitan yang sejati nan mandiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar