Saya baru saja datang dari cangkruan di depan kampus. Aktivitas cangkru'an sudah mentradisi di lingkungan mahasiswa UNMER (Universitas Merdeka) Malang. Tidak seperti halnya cangkru'an biasa, namun dari beberapa kelompok cangkru'an itu, ada banyak ragam aktivitas yang dilakukan. Dari aktivitas romantis (sepasang kekasih), ngobrol masalah kampus (tugas, dosen, dan lain-lain), sampai pada kelompok diskusi non formal.
Nah kebetulan, yang sering saya lakukan adalah nyangkru' (rame-rame) dengan ditemani secangkir kopi sambil mendiskusikan sesuatu. Cangkru'an ilmiah, begitulah biasanya teman-teman menyebutnya. Hal ini memang terkesan remeh-temeh. Namun, ternyata dengan melakukan diskusi non formal ini-lah kita mampu mengasah nalar intelektual yang selama ini menjadi citra dari seorang mahasiswa.
Akhir-akhir ini, banyak orang yang mengeluh atas kualitas intelektual mahasiswa. Maka dari itu, penting kiranya keintelektualan mahasiswa ditumbuhkembahkan kembali. Salah satunya melalui cangkruan ilmiah seperti halnya di atas.
Keluh kesah masyarakat atas intelektualitas mahasiswa, seharusnya menjadi cambuk tersendiri bagi kita atas tradisi intelektualitas kebangsaan hari ini. Karena biar bagaimana pun, realitas yang terjadi tidak bisa dilepaskan dengan kondisi bangsa yang semakin tak terarah. Dampaknya adalah tradisi berfikir kritis tak tercipta. Pejabat lebih disibukkan dengan persoalan politik an sich, dari pada menyoal tentang sitem pendidikan kritis mahasiswa.
Mahasiswa hanya bisa merawat forum kultural untuk melatih nalar kritisnya, dari pada bergantung pada pendidikan in class yang ada di kampus. Maka tentunya kondisi ini seharusnya mendapat perhatian khusus bagi pihak pemerintah untuk lebih meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Sehingga gerakan intelektual yang formal, in formal dan non formal dapat berjalan seimbang sesuai dengan dinamika intelektual yang dibutuhkan mahasiswa.